5 Jenis AI Agents dan Perannya dalam eCommerce

July 16, 2025

Graas

AI dalam eCommerce bukan lagi sekadar buzzword, melainkan keunggulan kompetitif Anda. Di balik toko online paling pintar saat ini ada AI agents: entitas digital yang tidak hanya mengotomatisasi tugas, tetapi juga mengamati, belajar, dan bertindak secara real-time.

Lupakan chatbot masa lalu. AI agents saat ini bisa menentukan kapan harga harus diturunkan, SKU mana yang perlu dipromosikan, bagaimana merespons pelanggan, bahkan memprediksi apa yang mungkin diinginkan pembeli berikutnya — semuanya tanpa menunggu campur tangan manusia.

Dalam blog ini, kita akan membahas 5 jenis AI agents yang sedang mentransformasi eCommerce — mulai dari reactive bots hingga multi-agent systems — serta bagaimana mereka mengubah cara kerja marketing, personalisasi, pemenuhan pesanan, dan profitabilitas.

Ayo langsung kita mulai

Apa itu AI agent?

AI agent adalah entitas cerdas yang dapat memahami lingkungannya dan mengambil tindakan untuk mencapai tujuan tertentu. Sederhananya, ini seperti memberi perangkat lunak kemampuan untuk “merasakan” apa yang terjadi dan membuat keputusan sendiri. Agent ini bisa mengumpulkan data, menganalisisnya, dan bertindak dengan campur tangan manusia yang minimal. Hal ini membuatnya sangat berguna untuk lingkungan kompleks seperti eCommerce.

Berikut fitur utama yang mendefinisikan AI agents:

  • Otonomi: Beroperasi secara mandiri tanpa perlu input manual di setiap langkah.
  • Adaptabilitas: Belajar dari data, feedback, dan hasil.
  • Berorientasi Tujuan: Setiap tindakan didorong oleh tujuan yang jelas, entah itu memaksimalkan konversi atau mempercepat waktu pengiriman.

Lalu, apa bedanya dengan automasi tradisional?

Sistem berbasis aturan tradisional mengikuti pola kaku if-this-then-that. Sistem ini mudah gagal ketika kondisi berubah.

Sebaliknya, agentic AI bisa belajar, bernalar, dan menyeimbangkan berbagai trade-off, misalnya mengoptimalkan kecepatan sekaligus biaya dalam waktu yang sama. Jadi bukan sekadar otomatis, tapi benar-benar cerdas.

5 Jenis AI Agents dalam eCommerce

Tidak semua AI agent diciptakan sama.

Ada yang hanya bereaksi. Ada yang merencanakan. Yang paling pintar bisa beradaptasi bahkan berkolaborasi.

Dalam eCommerce, memahami spektrum ini membantu memilih jenis kecerdasan yang tepat untuk kebutuhan tertentu, entah itu menangani pertanyaan pelanggan atau memprediksi permintaan di level SKU.

1. Reactive Agents

Reactive agents adalah yang paling sederhana. Mereka tidak menyimpan riwayat atau belajar dari data sebelumnya. Sebaliknya, mereka merespons situasi saat ini berdasarkan aturan yang sudah ditentukan, seperti refleks digital.

Contohnya, jika pelanggan menanyakan kebijakan retur, chatbot mungkin langsung membalas dengan pesan statis yang menautkan ke halaman retur. Atau recommendation engine bisa langsung menyarankan item “Pelanggan juga membeli…” berdasarkan halaman produk yang sedang dilihat.

Agent jenis ini berguna untuk keputusan cepat dengan pemicu yang jelas, tapi tidak bisa beradaptasi atau melakukan optimasi.

2. Goal-Based Agents

Goal-based agents bekerja dengan tujuan yang jelas. Alih-alih bereaksi begitu saja, mereka mengevaluasi berbagai kemungkinan tindakan dan memilih yang paling mendekatkan pada tujuan tertentu. Mereka bertindak dengan niat.

Misalnya, asisten belanja virtual bisa membimbing pengguna ke cara tercepat untuk menyelesaikan pembelian. Atau sistem fulfillment bisa menentukan gudang paling efisien untuk mengirim pesanan berdasarkan alamat pengiriman.

Agent ini menggunakan logika dan perencanaan dalam membuat keputusan, bukan sekadar aturan, sehingga lebih fleksibel untuk mencapai hasil seperti “meningkatkan konversi” atau “mempercepat waktu pengiriman.”

3. Utility-Based Agents 

Utility-based agents lebih pintar dibanding goal-based agents. Mereka mengevaluasi berbagai kemungkinan hasil dan memilih yang paling bernilai. Jadi, mereka tidak hanya mencapai tujuan, tapi melakukannya dengan cara yang paling efisien.

Contohnya adalah dynamic pricing engine yang menyesuaikan harga secara real time, menyeimbangkan antara margin keuntungan dan kemungkinan konversi. Atau algoritma peringkat produk yang mempertimbangkan ulasan, relevansi, waktu pengiriman, dan profit untuk menyusun hasil pencarian.

Agent seperti ini unggul dalam membuat trade-off dan mengoptimalkan keputusan ketika ada prioritas yang saling bersaing.

4. Learning Agents

Learning agents membawa kemampuan adaptasi ke dalam sistem. Mereka dirancang untuk semakin berkembang seiring waktu dengan belajar dari data dan feedback. Biasanya, agent ini terdiri dari komponen pembelajaran, komponen pengambil keputusan, dan sistem feedback (sering disebut critic).

Contohnya adalah sistem rekomendasi yang berkembang sesuai perilaku pelanggan, belajar bahkan dari hal sekecil berapa lama seseorang berhenti di halaman sebuah produk. Atau marketing automation tool yang menguji subject line email dan mengirim lebih banyak versi yang performanya lebih baik. Mereka terus menyempurnakan aksinya untuk memberikan hasil yang lebih maksimal.

5. Multi-Agent Systems (MAS) 

Dalam ekosistem eCommerce yang lebih kompleks, satu agent saja tidak cukup. Multi-agent systems adalah kumpulan intelligent agents yang bekerja bersama, kadang secara kooperatif dan kadang kompetitif. Tugas dibagi sesuai kebutuhan untuk menyelesaikan bagian-bagian berbeda dari suatu masalah.

Misalnya dalam manajemen rantai pasok: satu agent mengelola level stok, satu lagi memprediksi permintaan, yang lain menangani logistik pengiriman, dan semuanya saling berinteraksi untuk memastikan operasional berjalan lancar.

Dalam customer support, agent terpisah bisa mengurus pelacakan pesanan, pengembalian barang, dan pembayaran, tapi mereka berkoordinasi untuk memberikan pengalaman yang mulus bagi pengguna. Ibarat tim bertenaga AI yang mengelola backend bisnis Anda.

Bagaimana AI Agents Menggerakkan eCommerce Saat Ini

Kita sudah melihat bagaimana berbagai jenis AI agents bekerja. Namun, teori hanyalah separuh dari cerita.

Sekarang, AI agents sudah tertanam di setiap lapisan eCommerce modern, membuat keputusan yang memengaruhi ROI marketing, pengalaman pelanggan, strategi produk, dan personalisasi.

Berikut cara mereka memberi dampak saat ini:

1. Marketing – Optimisasi Cerdas dan Selalu Aktif

Utility-based dan learning agents dalam marketing mengoptimalkan kampanye iklan di platform seperti Google, Meta, dan TikTok.

AI agent dapat menganalisis data performa secara real time (CTR, ROAS, segmen pelanggan) dan menyesuaikan bidding, creative, atau strategi targeting sesuai kebutuhan.

Berbeda dengan A/B testing tradisional, AI agents secara terus-menerus menguji ribuan variasi mikro untuk menemukan kombinasi yang paling menghasilkan konversi. Hasilnya, CPA lebih rendah dan ROI lebih tinggi dengan pengawasan manual yang lebih sedikit.Hoppr agent dari Graas melakukan hal ini secara langsung — membaca data eCommerce secara real time untuk menampilkan apa yang berjalan baik dan apa yang bocor, lalu memberikan saran apa yang perlu diperbaiki selanjutnya.

2. Customer Service – Kontekstual, Terkoordinasi, dan Skalabel

Sudah tidak ada yang menggunakan chatbot dasar lagi. AI support agents saat ini, yang biasanya merupakan gabungan reactive dan goal-based agents, mampu menangani pertanyaan kompleks, melakukan eskalasi masalah, bahkan menyelesaikan sengketa.Agents ini memahami konteks, mengambil riwayat pesanan, dan memberikan update akurat secara real time.

Sebagai contoh, jika seorang pelanggan menanyakan pesanan yang terlambat, agent dapat memeriksa data pengiriman dan langsung mengeluarkan refund atau pengiriman ulang jika diperlukan.

Beberapa platform bahkan menggunakan multi-agent systems, di mana modul AI terpisah menangani pertanyaan logistik, masalah produk, dan kendala pembayaran, namun tetap berkoordinasi untuk memberikan layanan yang mulus dan terasa seperti bantuan manusia dalam skala besar.

3. Manejemen Produk-  Keputusan Lebih Cerdas di Level SKU

AI agents kini menjadi co-pilot yang sangat penting bagi product managers. Learning agents memantau kecepatan penjualan, tingkat pengembalian, dan review pelanggan secara real time. Mereka menandai produk “hero” yang layak dipromosikan serta mendeteksi SKU dengan pergerakan lambat yang mungkin perlu didiskon atau dihapus dari katalog.

Agents ini tidak hanya menampilkan insight, tapi juga memberi rekomendasi tindakan seperti menyesuaikan harga, membuat bundling dengan produk terkait, atau mengoptimalkan judul dan gambar produk agar lebih mudah ditemukan. Hal ini membantu tim eCommerce mengelola katalog lebih efisien sekaligus memaksimalkan profitabilitas per SKU.

4. Personalisasi - Pengalaman Belanja Real-Time yang Didukung Sinyal

Recommendation engines di eCommerce sekarang didukung oleh adaptive AI agents yang merespons sinyal real time (klik, kedalaman scroll, waktu kunjungan, aktivitas keranjang) untuk menyesuaikan apa yang dilihat pembeli.

Sebagai contoh, jika seorang pengguna tertarik dengan skincare tetapi melewatkan produk serum, agent akan mengurangi prioritas rekomendasi serum dan meningkatkan rekomendasi moisturizer. Proses feedback loop yang terus berlangsung ini membuat pengalaman belanja terasa intuitif, relevan, dan personal, sehingga meningkatkan engagement dan konversi.

Nilai AI Agents dalam eCommerce

AI agents bukan sekadar tools canggih, tapi benar-benar menyelesaikan masalah nyata. Tanyakan pada brand manager mana pun, jawabannya akan sama: proses manual tidak bisa diskalakan. Keputusan butuh waktu terlalu lama. Tim kewalahan.

Di sinilah agentic AI hadir — membawa kecepatan, skalabilitas, dan leverage strategis ke setiap lapisan eCommerce.

Berikut beberapa manfaat utamanya:

1. Pengambilan keputusan lebih cepat dengan sedikit input manusia

AI agents dapat menganalisis data dalam jumlah masif dan mengambil tindakan hanya dalam hitungan milidetik.

Mulai dari mengalokasikan ulang ad spend, merekomendasikan produk, hingga mengatur jalur order — keputusan yang dulu butuh berjam-jam kini bisa dilakukan secara real time. Tim pun bisa fokus pada strategi, bukan spreadsheet.

2. Operasional 24/7 dan respons real time

Tidak seperti tim manusia, AI agents tidak pernah tidur.

Mereka terus memantau dan merespons sinyal secara langsung sepanjang waktu. Artinya, pertanyaan pelanggan bisa dijawab jam 2 pagi, penyesuaian harga bisa dilakukan saat flash sale, dan inventori bisa dialihkan sebelum keterlambatan menjadi keluhan pelanggan. Respons yang selalu aktif ini membangun kepercayaan sekaligus menjaga operasi tetap lancar, bahkan di puncak permintaan.

3. Kemampuan scale tanpa menambah jumlah tim

Salah satu tantangan terbesar di eCommerce adalah bagaimana melakukan scale secara efisien.

Seiring bisnis bertumbuh, kompleksitas pun ikut meningkat. Lebih banyak SKU, lebih banyak channel, lebih banyak customer touchpoints. AI agents mampu menangani beban ini tanpa harus merekrut besar-besaran.

Satu recommendation engine bisa mempersonalisasi konten untuk jutaan pelanggan. Satu support agent bisa menangani ribuan pertanyaan. Itulah leverage operasional yang nyata.

4. Keunggulan kompetitif melalui intelligent automation

Brand yang sudah mengadopsi AI agents kini mampu menghadirkan pengalaman yang lebih cepat, lebih personal, dan lebih menguntungkan, sementara kompetitor masih terjebak dengan proses manual.

Mulai dari dynamic pricing hingga predictive merchandising, agentic systems tidak hanya mengotomatiskan, tapi juga mengoptimalkan. Dan dalam eCommerce, inilah yang membedakan antara pemimpin dan yang tertinggal.

Kesimpulan

Tidak lama yang lalu, AI agents masih terasa seperti fiksi ilmiah. Hari ini, mereka diam-diam sudah menjadi penggerak utama di balik platform eCommerce paling pintar.

Dari bot sederhana berbasis refleks hingga multi-agent systems, setiap agent punya tujuan khusus dan peran strategis — jika Anda tahu kapan dan bagaimana menggunakannya.

Ingin merasakan sendiri agentic AI untuk bisnis eCommerce Anda? Coba Hoppr gratis dan lihat bagaimana agentic AI bisa mengubah pertumbuhan eCommerce Anda — dari campaign yang lebih cerdas hingga keputusan SKU yang lebih tajam.